Keprionline.co.id, Jakarta – Ibarat pasar tradisional, pasar modal memiliki kesamaan, yaitu tempat bertemunya pembeli dan penjual. Perbedaannya adalah jika di pasar tradisional barang yang diperjualbelikan bentuknya fisik, sedangkan di pasar modal barang yang diperjualbelikan tidak berbentuk fisik dan diperdagangkan secara elektronik.
Selain adanya fasilitator perdagangan di pasar modal, semua aktivitas di pasar modal Indonesia berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK adalah lembaga independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. Lembaga ini baru mulai menjadi pengawas sektor jasa keuangan termasuk pasar modal, sejak tahun 2011, berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011. Sebelumnya, yang menjadi pengawas pasar modal adalah Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal).
Pelaku pasar modal baik perusahaan maupun individu harus mendapatkan izin dari OJK dan tercatat di lembaga pengawas ini. Itulah sebabnya, jika masyarakat tidak mau tertipu praktik investasi bodong, harus mengecek lembaga tersebut apakah tercatat di OJK atau tidak. Jika tidak memiliki izin dari OJK sebaiknya dihindari, karena tidak ada lembaga yang mengawasi, dan memberikan tindakan hukum dalam rangka melindungi investor.
Perusahaan yang ingin go public juga harus mengajukan izin prinsip kepada OJK, yang dicantumkan dalam prospektus penawaran saham perusahaan. Sehingga isi dari prospektus tersebut bisa dipertanggungjawabkan. OJK mengawasi kegiatan penawaran saham perdana, maupun perdagangan saham di pasar sekunder atau di PT Bursa Efek Indonesia (BEI).
Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2023 mengenai Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), OJK juga mendapat tambahan kewenangan untuk Keuangan Derivatif, Bursa Karbon, Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, termasuk juga untuk Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto, sebagian kewenangan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. OJK mendapat tambahan kewenangan untuk penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik OJK.
Jika melihat lagi ke belakang, OJK dibentuk oleh pemerintah agar seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Selain itu, OJK dibentuk agar mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Wewenang OJK tidak hanya melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, keuangan Derivatif, dan bursa karbon, tetapi juga kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, Perasuransian, Penjaminan, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya.
Mengawasi perilaku pelaku usaha jasa keuangan serta pelaksanaan edukasi dan pelindungan konsumen dan sektor keuangan secara terintegrasi serta melakukan asesmen dampak sistemik konglomerasi keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang untuk menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang, menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, menetapkan peraturan dan keputusan OJK, menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan, menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK, dan menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu.
OJK juga menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban. Serta menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Bersama BEI, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia, dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang tergabung dalam Self Regulatory Organization (SRO), OJK juga melakukan serangkaian edukasi dan sosialisasi pasar modal kepada masyarakat. Tujuannya adalah agar semakin banyak anggota masyarakat yang memahami manfaat investasi dan mengetahui cara berinvestasi yang benar. Banyak investor yang terkena jebakan investasi jangka pendek dan terjebak aksi spekulasi bandar di pasar saham. Dengan memahami strategi berinvestasi dan melakukan analisa yang baik sebelum mengambil keputusan investasi, kerugian investor bisa diminimalisasi.
Jumlah investor di Indonesia saat ini juga masih sedikit, masih kurang dari 5% dibanding jumlah penduduk Indonesia. Per 2024 berdasarkan data KSEI, terdata sebanyak 12,93 juta investor atau hanya sekitar 4,6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara di negara-negara lain di ASEAN jumlah investor pasar modalnya sudah lebih berkembang, seperti di Malaysia dan Thailand yang masing-masing telah mencapai 8,39% dan 8,27% per Mei 2024.
Selain itu, sosialisasi dan edukasi terus dilakukan untuk mencegah masyarakat tertipu investasi bodong yang mengiming-imingi keuntungan yang besar. Data OJK mencatat nilai kerugian masyarakat Indonesia akibat investasi illegal ini sebesar Rp 139,67 triliun sejak tahun 2017 hingga tahun 2023. Investasi bodong ini dilakukan oleh pihak atau lembaga yang tidak tercatat di OJK, sehingga tidak masuk dalam pengawasan OJK. ( Jantua ).